THE EPIC ROAD TO PETERSEN – PART 2

Posted on 25 May 2018
by Sekepal Aspal

Hari selanjutnya, pagi sebelum pameran dimulai malam nanti, kami memecah tim menjadi  2 kelompok karena jarak dan waktu yang kami punya selama di LA tidak terlalu banyak. Dimas, Angga, Barata berencana mengunjungi ke Yoshi Kosaka dari Garage Company. Sedangkan Gua, Agung, dan Indra, lanjut ke Azusa untuk bersosialisasi dengan peserta pameran lainnya sebelum acara pembukaan dimulai. Biar lebih intim gitu ceritanya.

Sampai disana, kami disambut dengan tuan rumah yang super ramah Shinya Kimura dan juga istrinya Ayu dari Chabott Enginering, juga sudah hadir di lokasi Roland Sands RSD, Gary Boulanger Cycle Worlds, John McInns Alta Motors. Dan gak lama kemudian satu-satu mulai berdatangan, David Borras El Solitario, Nick Ashley, Kim Young bersama suami perwakilan The Vintagent, Robert Klanten Gestalten, dan beberapa nama lain yang gua lupa. Awalnya niatan kami kesini cuman emang pengin ngobrol-ngobrol dengan peserta lainnya, melihat kami dateng ngga bawa motor, Shinya sendiri yang tiba-tiba dateng ke kami, “…ngapain luh tong clingak-clinguk kesini gabawa motor…” BOHOOOOOONG DEEEEENK. Shinya sendiri yang tiba-tiba dateng ke kami, nawarin kalau masih ada motor dia yang nganggur. Bengong pak, gugup jawabnya. Dengan segala tekukan raut wajah kusut Shinya yang beredar di berbagai media, aselik sebenernya orang ini ramah banget. Akhirnya gua coba yakinin Indra lagi yang saat itu dia juga masih percaya gak percaya ada di tengah-tengah situasi tersebut, kalok ini kesempatan super duper langka, berkendara bersama di halaman belakangnya Shinya, bareng orang-orang keparat ini di Azusa Canyon. Gua sama Agung ngikutin pake mobil di belakang rombongan motor.

 

SUREAL PARAH !!

 

Berdiri di tempat pemberhentian bukit yang biasanya cuma gua liat jadi tempat relaksasi Shinya dan sadar banget bahwa gua ngga akan punya kesempatan kesana. Gua cuman takut kalok semua ini sebenernya cuman mimpi, takut banget kalok ternyata rupanya gua tiba-tiba bangun dan masih ada di tempat tidur di rumah. Brengsek. Sayangnya ini beneran kejadian dan gua gak tau kata-kata yang tepat untuk ngegambarin perasaan gua disana. David sempet nyeletuk “Jangan bengong Putra, kita hidup di dalam mimpi”. Sialan, bener juga.

Selesai ngobrol-ngobrol, rombongan kembali menuju Chabott, dan akan kembali melanjutkan perjalanan menuju pembukaan museum. Kami mengabarkan ke kelompok 1 (Dimas, Angga, Barata) yang masih berada di Garage Company kalau kita akan ketemuan di museum. 1 jam perjalanan kemudian, kami kembali berkumpul menceritakan pengalaman kami masing-masing. Dan akhirnya jam setengah 6 waktu setempat kami mulai memasuki arena eksibisi. Oh dan di hari pembukaan ini kami juga mengajak salah satu teman Indonesia kita yang berdomisili di LA, Dhika Affidick atau yang biasa dikenal juga dengan Ayo Travel!! yang sayangnya datang sendiri tanpa Istri yang masih terjebak kerjaannya. Jadi dia itu temen SMA gua dulunya, dan kami sebenarnya sudah berhubungan lama jauh sebelum kami mendarat di LA. Banyak saran dan masukan yang kita terima dari Dhika dalam mempersiapkan perjalanan ini.

Sebelum pameran dibuka, gua sempet nanya-nanya lagi ke Paul, gimana ini semua bisa kejadian, dan kenapa si anak-anak gembel Thrive ini bisa jadi salah satu kandidat dari banyak pilihan yang ada. Dengan ramah dan sabar dia lalu cerita, akhir tahun lalu pihak Petersen Museum ngehubungi dia nawarin buat jadi Guest Curator untuk eksibisi yang akan datang. Ide awal yang dilontarkan pihak museum hanya sebatas “Hand-made Motorcycle around LA” kemudian Paul merespon itu dengan sangat bersemangat karena sangat jarang sekali di dunia ada tipe acara seperti ini yang diselenggarakan oleh Museum. Pameran sejenis yang pernah dia datengin terakhir itu berjudul “Art of The Motorcycle” yang diselenggarakan di Solomon R. Guggenheim Museum, New York, 20 tahun lalu, 26 Juni 1998. Dan rupanya menurut Paul, acara tersebut kurang memenuhi ekspetasi dia dalam hal kesenian di roda dua. Lalu Paul bareng The Vintagent teamnya kembali ke Petersen Museum dengan membawa konsep “Custom Revolution” dan meyakinkan mereka kalau ini akan menjadi pameran yang pertama kali nya jika mereka juga turut menyertakan bengkel dan motor dari belahan dunia lain. Jadi berangkat dari follow up ini, Petersen membutuhkan sesuatu yang menarik untuk pengunjung yang bukan pengendara rutin roda dua, sesuatu yang punya sejarah dalam roda dua, dan sesuatu yang menawarkan kemungkinan harapan pada roda dua. Sebenernya Paul juga ingin turut serta mengajak Go Takamine Brat Style, Walt Siegl, Nicholas Bech Wrenchmonkees, Fred Jourden Blitz, Kaichiroh Kurosu Cherrys Co, Toshiyuki Osawa Cheetah, namun beberapa motor yang Paul inginkan sedang tidak tersedia, dan izin peminjaman motor selama 1 tahun yang berat bagi pemiliknya. Tapi Paul senang sekali dengan kombinasi motor yang berhasil dia kumpulkan dari 7 negara untuk setahun kedepan ini. Aselik gua berasa kek lagi di dongengin sama guru sejarah pak, kuat banget ingetannya ini orang. Dan akhirnya pameran resmi dibuka, lega rasanya bisa ngeliat semua akhirnya berjalan sesuai rencana. Berkesempatan untuk ngobrol diskusi sana-sini dengan nama-nama yang sebelumnya cuman kita kenal melalu digital media juga merupakan hal yang tidak kalah menyenangkan. 

Ngejalanin proses perjalanan ini rupanya sungguh rasanya melelahkan banget, kalok lo mau ngebandingin sama turing motoran Jakarta – Bali nonstop trus tektok sorenya pulang lagi ke Jakarta ya silahkan, tapi bukan itu yang kita incer. Gua fix kena tipes pak kalok ambil jalan ituh. Kalok tujuan gembel gua sih yah cuman lebih pengin nyeritain kek ape sih anak-anak di Indonesia itu, apa yang membatasi pergerakan mereka, dan apa yang membuat mereka bersemangat. Thrive ada di museum ini cuma sebagai trigger kecil buat mereka, kalau masih ada banyak lagi sebenernya tokoh berprestasi lainnya dari Indonesia yang belum keliatan di radar mereka. Dan merekapun (beberapa orang yg gua temuin) mengiyakan hal tersebut. Contohnya waktu reaksi berantai dari temen-temen penggiat motor di Indonesia merespon keberangkatan kami menuju LA waktu itu mengejutkan pihak museum dan bahkan pak kuratornya sendiri. Batere hape mereka jadi drop katanya hari itu karena buanyak banget yang ngerepost kabar itu dan bolak-balik nge-mention nama-nama terkait. Bukti nyata solidaritas kearifan lokal yang kita punya. Bukan soal jualan follower yah. Bacain ungkapan dan luapan perasaan dari temen-temen setelah kabar kami beredar, rasanya kayak kalok lo baca komik Dragon Ball taun 90an dulu itu ada adegan terakhir (di edisi yg gua baca yah) waktu Son Goku bareng Bejita sama Mr. Satan bikin bola semangat dari penduduk bumi buat ngelawan raja terakhirnya si Bhu yang versi kurus. Nah kek gitu tuh. Doa dan perhatian dari semua temen-temen penggiat industri kreatif modifikasi roda dua ini membuat kami lebih bersemangat buat ninggalin jejak di museum ini. Atau sederhananya gini, ada produk dari negara dunia ketiga yang erat dengan isu negatif, tanpa pengajuan diri apa-apa di undang untuk dapat berinteraksi sama negara adidaya yang paling berkuasa di bumi. Gua ngebayangin “Ooooh gini toh rasanya jadi Ellyas Pical, Susi Susanti, atau Alan Budikusuma waktu bawa nama negara di tanah orang lain”

Pameran “Custom Revolution” ini berlangsung selama setahun, jadi jika ada diantara kalian yang punya rencana melakukan kunjungan kerja atau liburan di Los Angeles, tidak ada salahnya untuk dapat mampir sejenak memanjakan mata dan gairah otomotif kalian di museum ini. Alamat museum terletak di 6060 Wilshire Boulevard, LA, CA, 90036, tiket masuknya hanya 16$ dan kalian akan mendapat akses ke seluruh museum dengan beberapa eksibisi lain didalamnya. Bukan soal eksistensi sosial wisata selfie yang akan kalian dapat, tapi ilmu yang cukup beragam bisa diterapkan kedalam lingkungan sehari-hari kalian. Dan, sesuai janji gua di artikel sebelumnya bahwa akan ada lebih banyak foto dibanding tulisan untuk artikel selanjutnya. Perjalanan kami masih belum selesai. Sampai jumpa di artikel selanjutnya yes!!

 

Oleh Putra Agung dari Thrive MC.

 

Sekepalaspal.com. 2016. All rights are reserved.

PILIH JAM PEMUTARAN

Kamu hanya bisa memilih satu dari enam kali pemutaran yang tersedia.

 

 

DAPATKAN TIKETNYA DENGAN MENGISI FORM DI ATAS

Kami mempunyai 60 tiket nonton film gratis yang bisa kamu menangkan. Kami alokasikan tiket-tiket tersebut sebanyak 10 tiket di tiap jam pemutaran. Kapasitas mini theater kami adalah sebanyak 78 kursi per pemutaran. Silakan daftar di bawah ini, dan pilih jam pemutaran film yang kamu inginkan. Para pemenang akan diacak dan hanya para pemenang yang beruntung yang akan mendapatkan email konfirmasi dari kami. Untuk yang belum beruntung, kamu bisa membeli tiket di outlet penjualan tiket seharga Rp 25.000.

OUTLET :

Lawless Jakarta, Jl. Kemang Selatan 8 No.67K

 

7 AGUSTUS 2016 - JOGLO
JERUK PURUT COMPOUND

Sebuah film semi dokumenter tentang budaya custom roda dua dan perjalanan yang tak terlupakan. 1000 Kilometer mengisahkan tentang 3 teman baik yang terinspirasi oleh Sekepal Aspal photography book dan memutuskan untuk melibas jalanan Jawa sampai Bali untuk menemui secara langsung beberapa tokoh yang terdapat di dalam buku itu. Film ini menggabungkan komprehensi sejarah budaya custom roda dua lokal dan modernisasinya, dengan keseruan petualangan khas Indonesia dan latar alamnya yang indah.

Dibintangi oleh: Syafwin Ramadhan Bajumi, Yusuf Abdul Jamil, Raihan Ahmad Ramdhani
Sutradara: Ilham Nuriadi
Penulis: Sammy Bramantyo
Produser: Adita K Bramantyo
Eksekutif Produser: Roni Pramaditia, Rizky Rosianto, Rahmat Wirabakti, Sammy Bramantyo
Produksi: Sekepal Aspal

Alamat Kantor

SEKEPAL ASPAL
JL. KEMANG SELATAN 8 NO.63 B3
JAKARTA SELATAN 12730

 

Business Hour
Mon - Fri : 09.00AM - 17.00
Sat - Sun : 09.00 - 15.00

 

Media

Kirim Pesan