BACKYARD EXPERIENCE GO EAST

Posted on 3 October 2016
by Sekepal Aspal

sa_bege_1

Perjalanan berkendara jarak jauh seringkali menjadi ajang pamer kuasa bagi segelintir pengendara motor di Indonesia. Berkendara bergerombol dalam kecepatan tinggi dan (hampir selalu) diiringi oleh riuhnya sirene yang memekakkan telinga juga kilatan lampu strobe. Seakan-akan mereka ingin menyampaikan pada pengguna jalan yang lain bahwa merekalah yang harus didahulukan karena rombongan mereka tidak boleh terpisah. Padahal sebetulnya dengan pengaturan riding berkelompok yang benar hal-hal seperti terpisah dari rombongan baik karena tersesat atau karena ada motor yang trouble bisa diminamilisir. Terlebih lagi kalau setiap anggota rombongan sudah dilengkapi dengan peralatan komunikasi yang mumpuni, semacam chatter box misalnya tinggal berkomunikasi, infokan masalahnya ke anggota rombongan dan tentukan titik temu terdekat. Rombongan yang lain bisa mengatur rencana bersama, apakah akan menunggu atau membagi rombongan menjadi 2 rombongan kecil misalnya. Satu rombongan yang akan menyusul/menunggu teman yang terpisah, satu rombongan lainnya meneruskan perjalanan.

sa_bege_5

Sangat berbeda dengan perjalanan jarak jauh yang belum lama ini dilakoni oleh teman-teman dari Backyard Custom, Bali. Dalam rombongan kecil mereka tidak akan ditemui lampu strobe atau sirene yang meraung. Semuanya tahu betul apa yang harus mereka lakukan dan bertanggung jawab akan keselamatan diri sendiri dan team selama perjalanan. Tentu saja latar belakang perjalanan ini juga sangat berbeda dengan rombongan “motor besar” kebanyakan. Selain untuk berkendara melintasi beragam jenis trek, dari aspal yang membentang menyisir garis pantai sampai trayek off-road menembus pedalaman dataran tinggi Flores dan membelah savana di Sumbawa.

Perjalanan yang bertajuk BCKYRD Experience / Go East ini juga berawal dari keinginan mereka untuk bisa berkendara dan bertualang tanpa banyak gangguan kendaraan lain, juga didasari oleh keinginan mereka untuk bisa mendapatkan sebuah pengalaman berkendara yang memiliki value lebih. Dimana di perjalanan ini mereka lebih terlibat dengan masyarakat lokal dari daerah-daerah yang mereka lewati, untuk bisa menggali lebih dalam lagi mengenai budaya warga setempat selain juga untuk mencari tahu dan mendokumentasikan/memberitakan permasalahan yang mereka temui, seperti salah satunya issue keterbelakangan pendidikan dasar di daerah tertentu di Indonesia bagian timur khususnya. Intinya dalam perjalanan ini tidak ada jadwal perjalanan yang baku, semua berjalan lepas menyesuaikan dengan apapun yang akan mereka temui selama perjalanan. Yang terpenting adalah cultural experience dimana interaksi dengan warga lokal menjadi penting sebagai bagian dari agenda perjalanan. Dari situ salah satu misi utama dari perjalanan ini menjadi “Ride to Write”, yaitu untuk mencatat dan memberitakan apapun pengalaman yang mereka dapatkan selama perjalanan dan mengangkat tagline “Hai Maim Soba” (we came to make friends).

Karena didasari oleh misi itulah untuk mendapatkan output yang maksimal dalam beriteraksi dengan warga lokal dan kebudayaannya, rombongan Go East lebih memilih untuk bermalam di rumah penduduk atau kerabat dari anggota rombongan daripada di penginapan dan banyak menghabiskan waktu berbincang dengan warga dan tokoh masyarakat setempat. Tentu saja ini sangat berbeda apabila dibandingkan dengan agenda touring club “motor besar” kebanyakan.

Banyak sekali pengalaman berharga dan menarik yang mereka alami selama perjalanan ini, sebut saja menikmati sunrise di Kelimutu sembari menyeruput kopi lokal Flores, tiba di Labuan Bajo lalu dengan menyewa kapal kecil untuk camping di pulau Kelor untuk selanjutnya island hopping ke pulau Rinca, pulau Komodo dan beberapa pulau kecil lainnya. Mengunjungi eks kediaman pengasingan Bung Karno di Ende, atau riding 8 jam nonstop untuk mengejar jadwal ferry ke Sumba setelah mereka mencapai titik finish ekspedisi di Timor Leste. Belum lagi jejeran rumah tradisional Timor yang mereka lewati selama perjalanan dari kota perbatasan Atambua menuju Timor Leste. Semua yang tertulis diatas hanyalah sebagian kecil pengalaman dari perjalanan yang memakan waktu 29 hari ini.

sa_bege_11

sa_bege_8

sa_bege_2

sa_bege_10

Dari semua pengalaman yang mereka lewati selama ekspedisi, setiap detailnya berusaha mereka rangkum dalam tulisan dan rencananya juga dalam sebuah film dokumenter pendek yang sedang digarap bersama team dari Cerahati Mediaworks. Harapannya semua cerita, gambar dan video yang berhasil di dokumentasi kan ini bisa menjadi sebuah archive yang dapat berguna dan menjadi acuan untuk mapping, sehingga segala bentuk issue yang ada bisa diangkat dan dicarikan solusinya. Kedepannya berbekal dengan data yang ada, kita bisa sama-sama menggalang donasi dan menyusun sebuah perencanaan kerja untuk membantu saudara-saudara kita yang jauh di pelosok timur Indonesia untuk mendapatkan kesempatan, penghidupan dan pendidikan yang layak.

Salah satu impact positif apabila hal tersebut bisa tercapai adalah dalam jangka panjangnya, bilanglah dari sektor pariwisata, disaat semua keindahan alamnya sudah mulai terekspose dan terakses oleh wisatawan, baik domestik atau mancanegara. Apabila hal tersebut terjadi, dan tentu saja dampaknya akan bagus dari sisi ekonomi, masyarakat lokalnya harus sudah siap dan memiliki kesadaran dalam menjaga dan mengolah destinasi pariwisata daerah mereka dengan bijaksana. Harapannya dengan bekal pendidikan dan penghidupan yang layak, mereka bisa ikut berperan sebagai tuan rumah yang baik dan mampu mengsplikasikan sebuah sistem sustainable tourism development yang ramah lingkungan sekaligus menjadi filter dari segala macam dampak negatif pengembangan pariwisata, sebut saja misalnya pengembangan dan investasi pariwisata yang tidak terencana dengan baik, yang akhirnya hanya akan merusak keseimbangan alam dan tatanan hidup dan budaya masyarakat lokal seperti yang sudah terjadi di beberapa daerah tujuan wisata lain di Indonesia. Itu baru sekedar berbicara tentang sektor pariwisata, belum lagi dari hasil bumi seperti kopi dan rempah.

sa_bege_4

sa_bege_3

sa_bege_12

sa_bege_9

Untuk urusan motor tunggangan team Go East (GE) sendiri bisa dibilang hampir tidak ada kendala yang berarti selama perjalanan, hanya sekedar beberapa kerusakan minor. Motor-motor yang mereka kendarai sudah di-design sedemikian rupa untuk menghadapi medan yang akan ditempuh. Disini terlihat betul bahwa Backyard Boys tidak sekedar asal-asalan menyusun rute dan mempersiapkan perjalanan. Sebelum ekspedisi GE bertolak dari Bali, mereka sudah menggali informasi dan melakukan riset tentang daerah-daerah yang akan mereka lewati. Jadi selain mendapatkan info mengenai budaya dan masyarakat lokalnya, sedikit banyak mereka juga mendapat gambaran akan kondisi rute perjalanan mereka. Berdasarkan riset kecil tersebut, mereka bisa menyesuaikan motor-motor mereka agar mumpuni untuk ekspedisi yang melintasi beberapa pulau sepanjang NTT, NTB sampai Timor Leste.

Langkah customizing yang dilakukan semuanya mengacu pada kondisi medan yang akan ditempuh dan fungsi motor sebagai sarana transportasi utama mereka selama perjalanan, tentu saja agar tidak sekedar asal tampilan keren tapi memble secara fungsi. Sangat berpegang pada norma “form follow function”.

Pengalaman menarik lainnya adalah ketika beberapa warga lokal yang mereka temui mengetahui bahwa motor custom yang team GE gunakan berbasis motor pasar domestik seperti Scorpio atau Thunder, mereka (warga) rupanya benar-benar tidak menyangka bahwa motor-motor tersebut tadinya sempat berbentuk seperti motor kebanyakan. Hal sesederhana itu pun memberikan value tersendiri, sedikit banyak mereka membuka mata warga lokal akan motor custom. Dimana hal tersebut mampu memicu si warga lokal untuk juga memodifikasi motor miliknya kelak.

sa_bege_6

sa_bege_7

sa_bege_13

Secara keseluruhan, ekpedisi ini merupakan sebuah perjalanan yang membuka mata orang banyak, tidak hanya bagi team BEGE, tetapi (harusnya) bagi semua penikmat budaya roda dua khususnya dan seluruh warga negara Indonesia pada umumnya. Dari potongan-potongan dokumentasi yang sudah terpampang di media sosial menggambarkan betapa di Indonesia bagian timur jauh, masih sangat banyak keindahan alam yang terhampar luas, masih asli dan belum banyak terjamah arus modernisasi serta ekploitasi pariwisata yang berlebihan. Seakan menantang kita untuk segera packing, menyiapkan motor dan merencanakan petualangan gila berikutnya bersama riding buddies kita. Tetapi di sisi lain, dokumentasi tersebut juga bercerita banyak bahwa masih banyak pula saudara-saudara kita di Indonesia bagian timur yang nasibnya kurang beruntung. Sulitnya akses untuk mendapatkan pendidikan dasar yang layak, selain sarana infra struktur yang juga belum memadai. Dimana apabila tidak segera dibenahi, imbasnya akan berlanjut berkepanjangan kepada standard kehidupan mereka. Bahwa sulitnya akses untuk hal-hal yang mendasar seperti pendidikan, informasi dan kebutuhan pokok secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas kehidupan warga lokal. Dilatari oleh hal-hal tersebut pula yang mendorong teman-teman dari team BEGE untuk mengajak kita sedikit banyak ikut berperan dalam membantu memperbaiki standard kehidupan saudara kita di pelosok Nusantara.

Awalnya mungkin hanya di daerah Nusa Tenggara, tetapi kedepannya, bukan tidak mungkin akan ada ekspedisi-ekspedisi berikutnya yang menjamah destinasi-destinasi eksotis lainnya, baik alam dan budayannya. Mendokumentasikan dan bercerita kepada masyarakat luas akan segala kekayaan negeri Indonesia dan apa yang bisa kita lakukan untuk sedikit berperan dalam menjaga budaya dan memajukan bangsa ini. RIDE TO WRITE!!

sa_bege_14

 

Sekepalaspal.com. 2016. All rights are reserved.

PILIH JAM PEMUTARAN

Kamu hanya bisa memilih satu dari enam kali pemutaran yang tersedia.

 

 

DAPATKAN TIKETNYA DENGAN MENGISI FORM DI ATAS

Kami mempunyai 60 tiket nonton film gratis yang bisa kamu menangkan. Kami alokasikan tiket-tiket tersebut sebanyak 10 tiket di tiap jam pemutaran. Kapasitas mini theater kami adalah sebanyak 78 kursi per pemutaran. Silakan daftar di bawah ini, dan pilih jam pemutaran film yang kamu inginkan. Para pemenang akan diacak dan hanya para pemenang yang beruntung yang akan mendapatkan email konfirmasi dari kami. Untuk yang belum beruntung, kamu bisa membeli tiket di outlet penjualan tiket seharga Rp 25.000.

OUTLET :

Lawless Jakarta, Jl. Kemang Selatan 8 No.67K

 

7 AGUSTUS 2016 - JOGLO
JERUK PURUT COMPOUND

Sebuah film semi dokumenter tentang budaya custom roda dua dan perjalanan yang tak terlupakan. 1000 Kilometer mengisahkan tentang 3 teman baik yang terinspirasi oleh Sekepal Aspal photography book dan memutuskan untuk melibas jalanan Jawa sampai Bali untuk menemui secara langsung beberapa tokoh yang terdapat di dalam buku itu. Film ini menggabungkan komprehensi sejarah budaya custom roda dua lokal dan modernisasinya, dengan keseruan petualangan khas Indonesia dan latar alamnya yang indah.

Dibintangi oleh: Syafwin Ramadhan Bajumi, Yusuf Abdul Jamil, Raihan Ahmad Ramdhani
Sutradara: Ilham Nuriadi
Penulis: Sammy Bramantyo
Produser: Adita K Bramantyo
Eksekutif Produser: Roni Pramaditia, Rizky Rosianto, Rahmat Wirabakti, Sammy Bramantyo
Produksi: Sekepal Aspal

Alamat Kantor

SEKEPAL ASPAL
JL. KEMANG SELATAN 8 NO.63 B3
JAKARTA SELATAN 12730

 

Business Hour
Mon - Fri : 09.00AM - 17.00
Sat - Sun : 09.00 - 15.00

 

Media

Kirim Pesan